Meninggalkan Kasih Mula-Mula


Baca:  1 Korintus 13:13

"Demikianlah tinggal ketiga hal ini, yaitu iman, pengharapan dan kasih, dan yang paling besar di antaranya ialah kasih."  1 Korintus 13:13







        Apa itu kasih mula-mula?  Kasih yang mula-mula adalah kasih yang membawa kita kepada satu hati yang berkobar-kobar seperti semula ketika kita percaya kepada Kristus;  hati yang begitu semangat untuk bersaksi, untuk memberitakan Injil; hati yang penuh cinta kepada Tuhan dan sesama; hati yang tulus iklhas tanpa pamrih untuk Tuhan.


     Mengapa kasih yang mula-mula ini penting?  Kasih mula-mula ini sangatlah penting, karena hal ini merupakan dasar dari hubungan kita dengan Tuhan.  Kita tahu bahwa kota Efesus adalah kota yang besar dan sangat terkenal pada waktu itu, yang tentunya orang-orang di Efesus punya pilihan untuk hidup dalam duniawi.  Tetapi ternyata jemaat Efesus adalah jemaat yang luar biasa karena mereka tetap setia dalam melayani dan hidup bagi Tuhan; mereka masih mengutamakan perkara-perkara rohani sekali pun banyak sekali tantangan dan cobaan.  Secara fisik mereka tetap melakukan pelayanan untuk Tuhan, tetapi pelayanan mereka tidak lagi digerakkan dan dibakar oleh kasih mereka kepada Kristus.  Mereka terjerumus ke pekerjaan atau pelayanan rutinitas belaka.  Hal inilah yang seringkali tidak kita sadari.  Tanpa kasih yang menyala-nyala bagi Kristus, pekerjaan dan pelayanan yang kita lakukan tidak ada artinya.  Tanpa kasih, semua tidak ada faedahnya bagi Tuhan.  Karena itu kita harus ingat saat pertama kita percaya kepada Tuhan:  saat kita bertobat dan berkomitmen untuk mengikuti Tuhan dan melayani Dia dengan segenap hati dan jiwa.  Ada beberapa hal yang menunjukkan bahwa seseorang telah meninggalkan kasih mula-mulanya kepada Tuhan: 
 1. Tuhan tidak lagi menjadi prioritas utama dalam hidup kita.  Mungkin kita masih aktif melayani Tuhan, tapi pelayanan itu tidak lagi timbul dari hati yang haus dan lapar akan Dia, melainkan hanya karena tugas dan rutinitas semata.  
2. Timbul rasa malas untuk bersekutu dengan Tuhan secara pribadi.  Waktu untuk berdoa, menyembah Tuhan dan merenungkan firmanNya berkurang.  
3. Kita lebih disibukkan dengan urusan-urusan pribadi: keluarga, pekerjaan, hobi dan sebagainya.  Oleh karena itu Tuhan mengingatkan,  "...ingatlah betapa dalamnya engkau telah jatuh!  Bertobatlah dan lakukanlah lagi apa yang semula engkau lakukan."  (Wahyu 2:5a, b).

Mari kita berkomitmen lagi untuk mengasihi Tuhan, lebih dari segalanya.