PEMIMPIN ROHANI: Harus Memberi Teladan



Baca:  1 Timotius 3:1-7

"Orang yang menghendaki jabatan penilik jemaat menginginkan pekerjaan yang indah."  1 Timotius 3:1







                Menjadi seorang pemimpin ternyata bukanlah pekerjaan yang mudah, terlebih lagi menjadi seorang pemimpin rohani atau pemimpin gereja.  Seorang pemimpin rohani  "...Karena itu penilik jemaat haruslah seorang yang tak bercacat, suami dari satu isteri, dapat menahan diri, bijaksana, sopan, suka memberi tumpangan, cakap mengajar orang, bukan peminum, bukan pemarah melainkan peramah, pendamai, bukan hamba uang,"  (ayat 2-3).  Artinya ia haruslah seorang yang bisa menjadi teladan dalam segala hal.  Menjadi teladan berarti memiliki perilaku yang sangat baik sehingga tidak ada alasan bagi orang lain untuk menuduhkan suatu kesalahan atau memberikan dakwaan apa pun terhadap dirinya.


     Seseorang tidak layak menempati posisi sebagai pemimpin dan mengajar orang lain bagaimana seharusnya menjalani hidup dengan benar apabila ia sendiri tidak menunjukkan tingkah laku yang benar dan rohani.  Karena itu jika kita berkeinginan untuk menjadi seorang pemimpin, kita harus menjadi teladan bagi orang lain terlebih dahulu.  Orang lain akan mentertawakan kita jika kita begitu getol mengajar orang lain untuk hidup benar sedangkan kita sendiri masih hidup dalam ketidakbenaran.  Bukankah kita justru akan menjadi batu sandungan bagi orang lain?  Jika demikian, kita ini  "setali tiga uang"  dengan kehidupan para ahli Taurat dan orang-orang Farisi:  mereka paham firman Tuhan dan mengajar orang lain bagaimana hidup benar tetapi mereka sendiri tidak hidup dalam kebenaran, sehingga Tuhan Yesus sangat mengecam keras kehidupan mereka dan menyebutnya sebagai orang-orang munafik,  "...sama seperti kuburan yang dilabur putih, yang sebelah luarnya memang bersih tampaknya, tetapi yang sebelah dalamnya penuh tulang belulang dan pelbagai jenis kotoran.  Demikian jugalah kamu, di sebelah luar kamu tampaknya benar di mata orang, tetapi di sebelah dalam kamu penuh kemunafikan dan kedurjanaan."  (Matius 23:27-28).

     Seorang pemimpin rohani bukan hanya fasih bicara tapi perlu mengoreksi diri apakah perkataannya sesuai dengan perbuatannya.  Jika tidak, mereka tidak layak menjadi seorang pemimpin.

"Jadilah teladan bagi orang-orang percaya, dalam perkataanmu, dalam tingkah lakumu, dalam kasihmu, dalam kesetiaanmu dan dalam kesucianmu."  1 Timotius 4:12b

Baca: 1 Timotius 3:1-7

"Hendaklah ia juga mempunyai nama baik di luar jemaat, agar jangan ia digugat orang dan jatuh ke dalam jerat Iblis."  1 Timotius 3:7

Menjadi berkat bagi orang lain adalah syarat mutlak bagi seorang pemimpin rohani.  Karena itulah kita mempunyai tugas menunjukkan prinsip-prinsip hidup ilahi secara nyata kepada orang lain sehingga mereka melihat bahwa kehidupan orang Kristen itu baik dan memiliki perilaku yang bersih.  Dikatakan pula bahwa seorang pemimpin rohani haruslah  "seorang kepala keluarga yang baik, disegani dan dihormati oleh anak-anaknya.  Jikalau seorang tidak tahu mengepalai keluarganya sendiri, bagaimanakah ia dapat mengurus Jemaat Allah?"  (ayat 4-5).  Artinya, ia harus dapat mengatur rumah tangganya dengan baik:  dapat mendidik anak-anak untuk memiliki rasa takut akan Tuhan dan juga punya rasa hormat kepada orangtua.  Salomo menasihatkan,  "Tongkat dan teguran mendatangkan hikmat, tetapi anak yang dibiarkan mempermalukan ibunya.  Didiklah anakmu, maka ia akan memberikan ketenteraman kepadamu, dan mendatangkan sukacita kepadamu."  (Amsal 29:15, 17).

     Jika seseorang tidak tahu bagaimana mengatur rumah tangganya, bagaimana mungkin ia bisa mengatur jemaat?  Mengatur rumah tangga yang dimaksud bukan berbicara tentang bagaimana ia menerapkan aturan-aturan yang keras, ketat dan otoriter, tetapi bagaimana ia sebagai pemimpin mampu membimbing, memperlakukan dan juga mengarahkan seisi keluargaya dengan kasih Kristus.  Di samping itu seorang pemimpin rohani  "Janganlah ia seorang yang baru bertobat, agar jangan ia menjadi sombong dan kena hukuman Iblis."  (1 Timotius 3:6).  Seorang pemimpin rohani haruslah orang yang sudah memiliki pengalaman alias punya  "jam terbang"  tinggi, terbukti kemampuannya dan telah teruji kesetiaan dan ketekunannya melalui proses waktu.  Itulah sebabnya rasul Paulus melarang untuk menempatkan seseorang yang masih baru pada posisi kepemimpinan.  Ia harus ditempa dan dipersiapkan terlebih dahulu melalui ujian demi ujian supaya karakternya benar-benar kuat, dan yang lebih penting lagi dia harus dewasa secara rohani.  Jika tidak, itu akan sangat berbahaya!

     Tanpa persiapan yang matang seorang pemimpin akan mudah menjadi sombong dan membanggakan diri sendiri.

Pemimpin rohani yang benar selalu menjadi teladan dalam segala hal dan teguh mengerjakan panggilan Tuhan!