Mewaspadai Isi Hati



Baca:  Markus 7:1-23

"sebab dari dalam, dari hati orang, timbul segala pikiran jahat, percabulan, pencurian, pembunuhan,..."  Markus 7:21







     Hati adalah bagian terpenting dalam kehidupan manusia, terlebih lagi bagi orang percaya, karena hidup berkenan kepada Tuhan atau tidak itu sangat bergantung pada apa yang ada di hati kita.  Mengapa?  Karena  "Bukan yang dilihat manusia yang dilihat Allah; manusia melihat apa yang di depan mata, tetapi TUHAN melihat hati."  (1 Samuel 16:7b).  Kepada anaknya (Salomo), Daud juga mengingatkan,  "Dan engkau, anakku Salomo, kenallah Allahnya ayahmu dan beribadahlah kepada-Nya dengan tulus ikhlas dan dengan rela hati, sebab TUHAN menyelidiki segala hati dan mengerti segala niat dan cita-cita."  (1 Tawarikh 28:9a).  Oleh karena itu kita harus berhati-hati dan selalu menjaga hati kita supaya tetap berkenan kepada Tuhan.  Ayat nas dengan jelas menyatakan bahwa segala pikiran dan perbuatan jahat  (percabulan, pencurian, pembunuhan, perzinahan, keserakahan, kejahatan, kelicikan, hawa nafsu, iri hati, hujat, kesombongan, kebebalan dan lain-lain)  bersumber dari hati.  "Semua hal-hal jahat ini timbul dari dalam dan menajiskan orang."  (Markus 7:23).


     Tahu benar bahwa keadaan hati manusia sangan menentukan jalan hidupnya, Iblis berusaha untuk menyerang dan mempengaruhi hati manusia dengan hal-hal yang negatif dan menjadikan hati sebagai sasaran empuknya.  Ketakutan, kekuatiran, kecemasan, keragu-raguan, kebencian, kepahitan dan sebagainya adalah hal-hal yang seringkali dipanahkan Iblis hingga manusia menjadi lemah, tak berdaya, putus asa, kehilangan sukacita dan damai sejahteranya.  FirmanNya menasihatkan,  "Jagalah hatimu dengan segala kewaspadaan, karena dari situlah terpancar kehidupan."  (Amsal 4:23).  Jadi kita harus bisa menjaga hati kita dengan penuh kewaspadaan.  Waspada berarti selalu berjaga-jaga dan tidak lengah ibarat seorang prajurit yang sedang bertempur di medan peperangan, sebab jika kita lengah sedikit saja kita akan tertembak oleh musuh  (Iblis).

     Mari kita belajar dari Daud yang selalu terbuka di hadapan Tuhan, siap untuk ditegur dan dikoreksi bila isi hatinya mulai tidak benar:  "Selidikilah aku, ya Allah, dan kenallah hatiku, ujilah aku dan kenallah pikiran-pikiranku;  lihatlah, apakah jalanku serong, dan tuntunlah aku di jalan yang kekal!"  (Mazmur 139:23-24).


Baca:  Mazmur 73:1-28

"Sesungguhnya Allah itu baik bagi mereka yang tulus hatinya, bagi mereka yang bersih hatinya."  Mazmur 73:1

        Keberadaan hati kita ini ibarat sebuah kebun.  Bila kebun itu selalu kita jaga dan kita rawat setiap hari, kebun itu akan menjadi lahan yang subur dan siap untuk ditanami benih, yang pada akhirnya akan menghasilkan tuaian yang baik.  Sebaliknya jika kebun itu kita biarkan terbengkalai, maka di dalam kebun itu akan tumbuh banyak ilalang dan semak belukar yang justru akan menghambat tumbuhnya benih yang kita semai.  Begitu juga dengan hati, kita perlu menjaga, merawat dan menanaminya dengan benih yang baik dan positif yaitu firman Tuhan, sehingga isi hati kita bersih dari segala 'kotoran'.

     Mengapa kita harus selalu menjaga hati kita tetap bersih?  Sebab bila hati kita bersih (murni), Tuhan akan berkenan hadir dan mencurahkan berkat-berkatNya.  Dikatakan,  "Orang yang bersih tangannya dan murni hatinya, yang tidak menyerahkan dirinya kepada penipuan, dan yang tidak bersumpah palsu."  (Mazmur 24:4-5), dan  "Berbahagialah orang yang suci hatinya, karena mereka akan melihat Allah."  (Matius 5:8).  Hal ini menunjukkan bahwa Tuhan menyediakan upah bagi orang-orang yang memiliki hati yang bersih (murni):  ada berkat, perlindungan, bahkan ia akan melihat Tuhan.  Jadi Dia berkenan memilih seseorang dan memberkatinya bukan berdasarkan penampilan fisik, kepintaran, kekayaan yang dimiliki, padatnya jadwal pelayanan atau aktivitas rohani yang dikerjakan, tetapi Dia melihat isi hatinya.

     Bagaimana kondisi hati kita saat ini?  Sudah bersihkah atau masih banyak 'kotoran', hal-hal jahat dan akar pahit yang terkandung di dalamnya?  Nah, supaya hati kita bersih dan murni, tidak ada jalan lain selain kita harus datang kepada Tuhan, berdoa dengan mencurahkan isi hati dengan jujur dan membuka hati untuk selalu dikoreksi oleh firmanNya, itulah proses menuju kemurnian hati, karena firmanNya itu  "...hidup dan kuat dan lebih tajam dari pada pedang bermata dua manapun; ia menusuk amat dalam sampai memisahkan jiwa dan roh, sendi-sendi dan sumsum; ia sanggup membedakan pertimbangan dan pikiran hati kita."  (Ibrani 4:12).


Jika hati kita tidak berkenan kepada Tuhan, maka ibadah dan pelayanan yang kita kerjakan juga sia-sia!