Bapa yang Baik (1)



Baca:  Lukas 15:1-32

"Kata yang bungsu kepada ayahnya: Bapa, berikanlah kepadaku bagian harta milik kita yang menjadi hakku."  Lukas 15:12a







       Kita patut bersyukur, oleh karena pengorbanan Tuhan kita Yesus Kristus di atas Kavlari, kita yang dahulunya terbuang jauh karena dosa diperdamaikan kembali dengan Allah, bahkan kita diangkat sebagai anak-anak Allah dengan panggilan yang sangat intim yaitu Bapa.  Kata Bapa menunjukkan hubungan kasih yang tiada jarak, erat, tidak ada keraguan atau keengganan lagi.  Bahkan lebih dari itu  "...jika kita adalah anak, maka kita juga adalah ahli waris, maksudnya orang-orang yang berhak menerima janji-janji Allah, yang akan menerimanya bersama-sama dengan Kristus, yaitu jika kita menderita bersama-sama dengan Dia, supaya kita juga dipermuliakan bersama-sama dengan Dia."  (Roma 8:17).  Sebagai anak kita juga berhak atas warisan yang telah disediakan oleh Bapa bagi anak-anakNya.

     Dalam pembacaan firman hari ini Tuhan Yesus melukiskan kebesaran kasih Bapa melalui perumpamaan tentang anak yang hilang.  Anak bungsu adalah gambaran dari kehidupan di dalam kasih karunia, sedangkan ayah yang baik adalah gambaran dari pribadi Bapa di sorga yang dipenuhi oleh kasih karunia untuk anak-anakNya.  Anak bungsu memaksa ayahnya untuk segera membagikan harta kekayaannya kepada anak-anaknya.  Si bungsu meminta harta yang menjadi haknya terlebih dahulu;  dan karena kasihnya yang begitu besar, sang ayah pun membagi-bagikan harta kekayaannya tersebut.  Setelah menerima harta dari sang ayah si bungsu ini pun segera menjual seluruh hartanya, lalu pergi ke negeri yang jauh meninggalkan ayah dan kakaknya.  Di tempat jauh inilah si bungsu memboroskan harta kekayaan untuk berfoya-foya hingga harta yang dimilikinya tersebut ludes tak tersisa.  Keadaannya makin buruk karena di negeri di mana ia tinggal terjadi bencana kelaparan yang hebat, sehingga ia pun menjadi sangat melarat.  Untuk bertahan hidup ia bekerja sebagai penjaga babi, dan karena laparnya ia sampai ingin mengisi perutnya dengan ampas yang menjadi makanan babi.

     Anak bungsu menanggung akibat dari kesalahannya sendiri:  hidupnya gagal dan hancur total sampai di titik terendah setelah keluar dan meninggalkan rumah ayahnya.