BEDA ANTARA CINTA DAN COCOK
Oleh: Dr. Paul Gunadi
Salah satu alasan paling umum mengapa kita menikah adalah karena
cinta -- cinta romantik, bukan cinta agape, yang biasa kita alami
sebagai prelude ke pernikahan. Cintalah yang meyakinkan kita untuk
melangkah bersama masuk ke mahligai pernikahan. Masalahnya adalah,
walaupun cinta merupakan suatu daya yang sangat kuat untuk menarik
dua individu, namun ia tidak cukup kuat untuk merekatkan keduanya.
Makin hari makin bertambah keyakinan saya bahwa yang diperlukan
untuk merekatkan kita dengan pasangan kita adalah kecocokan, bukan
cinta. Saya akan jelaskan apa yang saya maksud.
Biasanya cinta datang kepada kita ibarat seekor burung yang tiba-
tiba hinggap di atas kepala kita. Saya menggunakan istilah "datang"
karena sulit sekali (meskipun mungkin) untuk membuat atau
mengkondisikan diri mencintai seseorang. Setelah cinta menghinggapi
kita, cinta pun mulai mengemudikan kita ke arah orang yang kita
cintai itu. Sudah tentu kehendak rasional turut berperan dalam
proses pengemudian ini. Misalnya, kita bisa menyangkal hasrat cinta
karena alasan-alasan tertentu. Tetapi, jika tidak ada alasan-alasan
itu, kita pun akan menuruti dorongan cinta dan berupaya mendekatkan
diri dengan orang tersebut.
Cinta biasanya mengandung satu komponen yang umum yakni rasa suka.
Sebagai contoh, kita berkata bahwa pada awalnya kita tertarik dengan
gadis atau pria itu karena kesabarannya, kebaikannya menolong kita,
perhatiannya yang besar terhadap kita, wajahnya yang cantik atau
sikapnya yang simpatik, dan sejenisnya. Dengan kata lain, setelah
menyaksikan kualitas tersebut di atas timbullah rasa suka
terhadapnya sebab memang sebelum kita bertemu dengannya kita sudah
menyukai kualitas tersebut. Misalnya, memang kita mengagumi pria
yang sabar, memang kita menghormati wanita yang lemah lembut, memang
kita mengukai orang yang rela menolong orang lain dan seterusnya.
Jadi, rasa suka muncul karena kita menemukan yang kita sukai pada
dirinya.
Saya yakin cinta lebih kompleks dari apa yang telah saya uraikan.
Namun khusus untuk pembahasan kali ini, saya membatasi lingkup cinta
hanya pada unsur suka saja. Cocok dan suka tidak identik namun
sering dianggap demikian. Saya berikan contoh. Saya suka rumah yang
besar dengan taman yang luas, tetapi belum tentu saya cocok tinggal
di rumah yang besar seperti itu. Saya tahu saya tidak cocok tinggal
di rumah sebesar itu sebab saya bukanlah tipe orang yang rajin
membersihkan dan memelihara taman (yang dengan cepat akan bertumbuh
kembang menjadi hutan). Itulah salah satu contoh di mana suka tidak
sama dengan cocok. Contoh yang lain. Rumah saya kecil dan cocok
dengan saya yang berjadwal lumayan sibuk dan kurang ada waktu
mengurusnya. Namun saya kurang suka dengan rumah ini karena bagi
saya, kurang besar (tamannya). Pada contoh ini kita bisa melihat
bahwa cocok berlainan dengan suka. Pada intinya, yang saya sukai
belum tentu cocok buat saya; yang cocok dengan saya belum pasti saya
sukai. Sekarang kita akan melihat kaitannya dengan pemilihan
pasangan hidup.
Tatkala kita mencintai seseorang, sebenarnya kita terlebih dahulu
menyukainya, dalam pengertian kita suka dengan ciri tertentu pada
dirinya. Rasa suka yang besar (yang akhirnya berpuncak pada cinta)
akan menutupi rasa tidak suka yang lebih kecil dan -- ini yang
penting -- cenderung menghalau ketidakcocokan yang ada di antara
kita. Di sinilah terletak awal masalah.
Ini yang acap kali terjadi dalam masa berpacaran. Rasa suka meniup
pergi ketidakcocokan di antara kita, bahkan pada akhirnya kita
beranggapan atau berilusi bahwa rasa suka itu identik dengan
kecocokan. Kita kadang berpikir atau berharap, "Saya menyukainya,
berarti saya (akan) cocok dengannya." Salah besar! Suka tidak sama
dengan cocok; cinta tidak identik dengan cocok! Alias, kita mungkin
mencintai seseorang yang sama sekali tidak cocok dengan kita.
Pada waktu Tuhan menciptakan Hawa untuk menjadi istri Adam, Ia
menetapkan satu kriteria yang khusus dan ini hanya ada pada
penciptaan istri manusia, yakni, "Aku akan menjadikan penolong
baginya, yang sepadan dengan dia." (Kejadian 2:18). Kata "sepadan"
dapat kita ganti dengan kata "cocok." Tuhan tidak hanya menciptakan
seorang wanita buat Adam yang dapat dicintainya, Ia sengaja
menciptakan seorang wanita yang cocok untuk Adam.
Tuhan tahu bahwa untuk dua manusia bisa hidup bersama mereka harus
cocok. Menarik sekali bahwa Tuhan tidak mengagungkan cinta
(romantik) sebagai prasyarat pernikahan. Tuhan sudah memberi kita
petunjuk bahwa yang terpenting bagi suami dan istri adalah
kecocokan. Ironisnya adalah, kita telah menggeser hal esensial yang
Tuhan tunjukkan kepada kita dengan cara mengganti kata "cocok"
dengan kata "cinta." Tuhan menginginkan yang terbaik bagi kita;
itulah sebabnya Ia telah menyingkapkan hikmat-Nya kepada kita. Sudah
tentu cinta penting, namun yang terlebih penting ialah, apakah ia
cocok denganku?
Saya teringat ucapan Norman Wright, seorang pakar keluarga di
Amerika Serikat, yang mengeluhkan bahwa dewasa ini orang lebih
banyak mencurahkan waktu untuk menyiapkan diri memperoleh surat ijin
mengemudi dibanding dengan mempersiapkan diri untuk memilih pasangan
hidup. Saya kira kita telah termakan oleh motto, "Cinta adalah
segalanya," dan melupakan fakta di lapangan bahwa cinta (romantik)
bukan segalanya. Jadi, kesimpulannya ialah, cintailah yang cocok
dengan kita!
-*- Sumber -*-:
Judul Buletin: PARAKALEO, Vol.V/No.3/Edisi Juli-September 1998
Penerbit : Departemen Konseling Sekolah Tinggi Theologi
Reformed Injili Indonesia (STTRI)
-*- MENCARI PASANGAN HIDUP -*-
Mencari pasangan hidup bukanlah persoalan kaum remaja atau pemuda
saja. Orangtua pun harus ikut memikirkannya dan mendoakannya bahkan
semenjak sang anak masih kecil. Secara tidak sadar kadang anak-anak
menjadikan orangtua mereka sebagai model atau figur akan pasangan
hidup mereka nantinya. Pembekalan rohani yang cukup kepada anak
sejak dini akan mempengaruhi sang anak dalam mengambil keputusan
untuk menentukan kapan dan siapa pasangan hidupnya nanti. Untuk
membahas ini, mari kita simak percakapan kita dengan Dr. Paul
Gunadi.
--------
T : Apakah ada semacam pedoman dalam menentukan teman hidup,
khususnya bagi pemuda-pemudi Kristen.
J : Orangtua harus sadar bahwa anak-anak, dalam memilih jodoh,
sebenarnya tidak begitu jauh dari orangtuanya. Anak melihat dan
menyerap banyak dari orangtua; apa yang disukai dan yang tidak
disukai dari orangtuanya. Lingkungan anaklah yang sebenarnya
mengajarkan langsung kepadanya tentang jodoh, seperti apa orang
yang akan mereka pilih nanti. Kalau anak pria suka pada ibunya
maka dia akan cari wanita yang sama dengan ibunya, begitu pula
sebaliknya dengan anak wanita. Jadi pengajaran kepada anak akan
jodoh adalah seperti apa yang orangtua inginkan, seperti apa
yang keluarga dan lingkungan inginkan.
-------
T : Pemuda/i Kristen saat ini banyak mengeluh karena jika ingin
mencari pasangan yang seiman sulit, karena sering tidak sesuai
dengan keinginan mereka. Mungkin karena ada unsur penampilan
fisik yang diutamakan.
J : Memang penting untuk menikah dengan yang kita sukai, seperti
yang dikatakan Paulus dalam jemaat Korintus, boleh menikah
dengan siapa saja. Tetapi Paulus pun mengajukan syarat yaitu
harus orang yang percaya. Memang bukan alasan utama kalau
menikah dengan pasangan yang seiman akan bahagia, tetapi yang
harus disadari adalah ketaatan akan firman Tuhan.
-------
T : Bagaimana kalau misalnya memilih pasangan hidup yang tidak
seiman, dengan harapan untuk menjadi seiman.
J : Masalah ini akan membuka dua pintu, yaitu akan menjadi seiman
dengan iman Kristen kita, atau menjadi seiman dengan iman
pasangan kita? Jadi sekali lagi, itu semua adalah hal tentang
menaati firman Tuhan
-------
T : Kalau anak sudah terlanjur berpacaran dengan yang tidak seiman,
bagaimana sikap orangtua?
J : Masalah di atas memang sangat sulit, sudah tentu kita harus
berdoa. Kesulitannya adalah jika anak kita sudah telanjur jatuh
cinta, dan tidak bisa melepaskan kekasihnya. Yang bisa kita
lakukan adalah berbicara kepada anak kita bahwa "ini adalah
hidupmu, engkau yang harus mengambil keputusan karena engkau
yang akan bertanggungjawab akan kehidupanmu, jadi semua terserah
padamu". Sebagai orangtua kita hanya bisa berdoa supaya suatu
saat mereka akan berada dalam satu iman kepada Tuhan Yesus
Kristus.
-------
T : Bagaimana sikap orangtua menghadapi anak remaja sekarang yang
suka berpacaran?
J : Ajar mereka takut akan Tuhan, bahwa tindakan pacaran bukan hanya
untuk senang-senang tapi juga untuk masa depan kebahagiaan rumah
tangga mereka.
-*- Sumber -*-:
[[Sajian kami di atas, kami ambil dari isi salah satu kaset TELAGA
No. 6B, yang telah kami ringkas/sajikan dalam bentuk tulisan.]]
-- Informasi tentang pelayanan TELAGA/Tegur Sapa Gembala Keluarga
dapat anda lihat dalam kolom INFO edisi e-Konsel 03 dari URL:
==> http://www.sabda.org/publikasi/e-konsel/003/ [01 Nov 2001]
Kaset TELAGA yang juga mengulas tentang Pasangan Hidup: T40A+B
Judul 40A+B: "Pertanyaan-pertanyaan untuk Mencari Pasangan Hidup"
Deskripsi : Beberapa pedoman atau tolok ukur yang dapat digunakan
untuk menemukan seorang pendamping atau pasangan
hidup yang tepat, yaitu yang diperkenan oleh Tuhan.
Kata kunci : Tolok ukur, pedoman, poros, hidup bersama, nilai moral.
*BIMBINGAN *-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-* ALKITABIAH*
-*- MEMBAWA TEMAN HIDUP KEPADA KRISTUS -*-
LATAR BELAKANG
--------------
Dalam beberapa kesempatan tertentu, Yesus mengejutkan para murid
dengan ungkap-ungkapan yang seolah bertentangan. "Jangan kamu
menyangka, bahwa Aku datang untuk membawa damai di atas bumi. Aku
datang bukan untuk membawa damai melainkan pedang. Sebab Aku datang
untuk memisahkan orang dari ayahnya, atau perempuan dari ibunya,
menantu perempuan dari ibu mertuanya, dan musuh orang ialah orang-
orang seisi rumahnya." (Matius 10:34-36).
Tidak ada situasi lain yang di dalamnya mengandung konsekuensi
pemuridan yang demikian jelas, dibandingkan dalam suatu rumah
tangga yang salah satu pasangannya Kristen dan yang lainnya bukan.
Kehidupan menjadi sulit disebabkan oleh munculnya perbedaan-
perbedaan minat, kegiatan dan sasaran hidup. Usaha untuk membawa
teman hidup kepada Kristus harus menduduki sasaran utama. Namun
usaha itu harus dilakukan dalam cara yang sangat hati-hati. Banyak
pernikahan gagal dalam perceraian, disebabkan oleh ketidakpekaan dan
semangat berlebihan pada pasangan Kristen yang berusaha menginjili
pasangannya.
[[Jika teman/sanak keluarga anda ada yang ingin menginjili
pasangannya yang belum mengenal Tuhan, saran apa yang akan
anda berikan?]]
STRATEGI BIMBINGAN
------------------
1. Ucapkan selamat atas keinginannya menyaksikan pengalaman hidup
terindah dalam Injil, kepada kekasih hidupnya. Hendaknya dia
berhati-hati atas peringatan yang diberikan di atas.
2. Nasihatkan orang yang anda layani untuk tidak bertindak seolah-
olah Allah. Dia tidak dapat memaksa teman hidupnya untuk menerima
Kristus, juga tidak berusaha bertindak sendiri mengggantikan
tindakan teman hidupnya. Orang yang berusaha mengatur semua hal
dengan kekuatannya sendiri, akan menghadapi banyak malapetaka.
3. Nasihatkan dia untuk tidak bersitegang atau menghakimi, tetapi
bersikap rendah hati. Sikap sangat menentukan.
4. Anjurkan orang Kristen tersebut untuk mendewasakan kerohaniannya
melalui pembacaan dan penelaahan Firman Tuhan, belajar berdoa dan
mempraktekkannya dengan setia. Doa sangat besar nilainya.
Serahkan teman hidup pada Tuhan dan dalam iman, mohonkan
pertobatannya. Malah lebih bijaksana untuk tidak mendoakan secara
terbuka. Percayailah Allah. Dia memiliki cara bekerja yang ajaib.
5. Teladan berpengaruh besar! Ijinkan teman hidupnya melihat Yesus
dalam sikap dan tindakannya.
Biarkan kasihnya meluap. Kasih sejati tak dapat ditiru. Paulus
berkata: "Kasih itu sabar: kasih itu murah hati; ia tidak
cemburu. Ia tidak memegahkan diri dan tidak sombong. Kasih tidak
berkesudahan." (1 Korintus 13:4,8). Berusahalah untuk menyatakan
bahwa "kasih Allah telah dicurahkan dalam hati kita . . . "
(Roma 5:5).
6. Jangan berusaha memaksa dengan adu argumentasi atau mengkhotbahi.
Tindakan ini justru akan menghasilkan perlawanan yang lebih
dalam. Metode yang dianjurkan Paulus, ialah hidup bersama dalam
damai. Lihat 1 Korintus 7:12-15.
-----------------------------Kutipan--------------------------------
Menurut Billy Graham:
"Rasul Petrus mengungkapkan sesuatu tentang masalah ini. Dia
berkata: 'Hai isteri-isteri, tunduklah kepada suamimu, supaya jika
ada di antara mereka yang tidak taat kepada Firman, mereka juga
tanpa perkataan dimenangkan oleh kelakuan istrinya.' (1 Petrus 3:1).
Ini bukan tugas yang mudah, tetapi itu adalah tanggung jawab anda,
bukan suami anda. Anda harus menghayati suatu kehidupan yang akan
menantang teman hidup anda mengambil keputusannya sendiri. Ini tidak
dapat dilakukan dengan memarahi atau mengkhotbahi, tetapi dengan
menunjukkan sikap lembut dan penaklukan diri yang sebelumnya tidak
pernah dilihatnya. Entah yang Kristen sang suami atau sang istri,
sebagai seorang Kristen dia harus selalu siap menerima cemoohan atau
perlakuan salah terhadap imannya. Ingatlah ini baik-baik: Tak
seorang pun yang berada dalam posisi lebih baik untuk memenangkan
seseorang pada Kristus, kecuali teman hidupnya sendiri."
---------------------------Kutipan_Selesai--------------------------
7. Jangan memaksa teman hidup untuk ke gereja atau menghadiri
kebaktian Kristen tertentu, kecuali dia sudah menunjukkan
kecenderungan untuk melakukannya. Sebagai gantinya, perkenalkan
dia pada sahabat-sahabat Kristen dan acara sosial di rumah tangga
Kristen lainnya. Teman hidupnya kelak akan melihat perbedaan
dalam kehidupan pasangannya. Kesempatan untuk bersaksi, kelak
akan datang.
8. Berdoalah dengannya, memohon pengertian, hikmat dan kesabaran
untuk menunggu saat yang tepat, dan melakukan semua petunjuk di
atas.
AYAT ALKITAB
------------
"Demikian juga kamu, hai isteri-isteri, tunduklah kepada suamimu,
supaya jika ada di antara mereka yang tidak taat kepada Firman,
mereka juga tanpa perkataan dimenangkan oleh kelakuan istrinya, jika
mereka melihat, bagaimana murni dan salehnya hidup istri mereka itu.
Perhiasanmu janganlah secara lahiriah, yaitu dengan mengepang
ngepang rambut, memakai perhiasan emas atau dengan mengenakan
pakaian yang indah-indah, tetapi perhiasanmu ialah manusia batiniah
yang tersembunyi dengan perhiasan yang tidak binasa yang berasal
dari roh yang lemah lembut dan tenteram, yang sangat berharga di
mata Allah." (1 Petrus 3:14)
"Tetapi apabila di antara kamu ada yang kekurangan hikmat, hendaklah
ia memintakannya kepada Allah, -- yang memberikan kepada semua orang
dengan murah hati dan dengan tidak membangkit-bangkit --, maka hal
itu akan diberikan kepadanya." (Yakobus 1:5)
"Tetapi hikmat yang dari atas adalah pertama-tama murni, selanjutnya
pendamai, peramah, penurut, penuh belas kasihan dan buah-buah yang
baik, tidak memihak dan tidak munafik." (Yakobus 3:17)
"Janganlah hendaknya kamu kuatir tentang apa pun juga, tetapi
nyatakanlah dalam segala hal keinginanmu kepada Allah dalam doa
dan permohonan dengan ucapan syukur. Damai sejahtera Allah, yang
melampaui segala akal, akan memelihara hati dan pikiranmu dalam
Kristus Yesus." (Filipi 4:6,7)
-*- Sumber -*-:
Judul Buku: Buku Pegangan Pelayanan
Penulis : Charles G. Ward
Penerbit : Persekutuan Pembaca Alkitab
Halaman : 206 - 208
CD-SABDA : Topik No. 17690 - 17692; Indeks 17505
*TIPS *-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-* TIPS*
-*- PACARAN SECARA KRISTEN -*-
Tidak heran bahwa untuk mencapai tujuan yang agung, orang-orang
Kristen bergaul dan berpacaran secara berbeda dengan orang-orang
non-Kristen. Pacaran bagi orang Kristen ditandai dengan:
1. Proses Peralihan dari "Subjective Love" ke "Objective Love."
------------------------------------------------------------
"Subjective love" sebenarnya tidak berbeda daripada manipulative
love yaitu "kasih dan pemberian yang diberikan untuk memanipulir
orang yang menerima". Pemberian yang dipaksakan sesuai dengan
kemauan dan tugas dari si pemberi dan tidak memperhitungkan akan
apa yang sebenarnya dibutuhkan oleh si penerima. Sesuai dengan
"sinful nature"nya setiap anak kecil telah belajar mengembangkan
"subjective love". Dan "subjective love" ini tidak dapat menjadi
dasar pernikahan. Pacaran adalah saat yang tepat untuk mematikan
sinful nature tsb, dan mengubah kecenderungan "subjective love"
menjadi "objective love". Yaitu memberi sesuai dengan apa yang
baik yang betul-betul dibutuhkan si penerima.
2. Proses Peralihan dari "Envious Love" ke "Jealous Love."
-------------------------------------------------------
"Envious" sering diterjemahkan sama dengan "jealous" yaitu
cemburu. Padahal "envious" mempunyai pengertian yang berbeda.
"Envious" adalah kecemburuan yang negatif yang ingin mengambil
dan merebut apa yang tidak menjadi haknya. Sedangkan "jealous"
adalah kecemburuan yang positif yang menuntut apa yang memang
menjadi hak dan miliknya. Tidak heran, kalau Alkitab sering
menyaksikan Allah sebagai Allah yang "jealous", yang cemburu
(misal: 20:5). Israel milik-Nya umat tebusan-Nya. Kalau Israel
menyembah berhala atau lebih mempercayai bangsa-bangsa kafir
sebagai pelindungnya, Allah cemburu dan akan merebut Israel
kembali kepada-Nya.
Begitu pula dengan pergaulan pemuda-pemudi. Pacaran muda-mudi
Kristen harus ditandai dengan "jealous love". Mereka tidak boleh
menuntut "sesuatu" yang bukan atau belum menjadi haknya (seperti:
hubungan seksuil, wewenang mengatur kehidupannya, dsb). Tetapi
mereka harus menuntut apa yang memang menjadi haknya, seperti
kesempatan untuk dialog, pelayanan ibadah pada Allah dalam Tuhan
Yesus, dsb.
3. Proses Peralihan dari "Romantic Love" ke "Real Love."
-----------------------------------------------------
"Romantic love" adalah kasih yang tidak realistis, kasih dalam
alam mimpi yang didasarkan pada pengertian yang keliru bahwa
"kehidupan ini manis semata-mata". Muda-mudi yang berpacaran
biasanya terjerat pada "romantic love". Mereka semata-mata
menikmati hidup sepuas-puasnya tanpa coba mempertanyakan
realitanya, misal:
- apakah kata-kata dan janji-janjinya dapat dipercaya?
- apakah dia memang orang yang begitu sabar, "caring", penuh
tanggung jawab seperti yang selama ini ditampilkan?
- apakah realita hidup akan seperti ini terus (penuh cumbu-rayu,
rekreasi, jalan-jalan, cari hiburan)?
Pacaran adalah persiapan pernikahan, oleh karena itu pacaran
Kristen tidak mengenal "dimabuk cinta". Pacaran Kristen boleh
dinikmati tetapi harus berpegang pada hal-hal yang realistis.
4. Proses Peralihan dari "Activity Center" ke "Dialog Center."
-----------------------------------------------------------
Pacaran dari orang-orang non-Kristen hampir selalu "activity-
center". Isi dan pusat dari pacaran tidak lain daripada aktivitas
(nonton, jalan-jalan, duduk berdampingan, cari tempat rekreasi,
dsb.), sehingga pacaran 10 tahun pun tetap merupakan 2 pribadi
yang saling tidak mengenal. Sedangkan pacaran orang-orang Kristen
berbeda. Sekali lagi orang-orang Kristen juga boleh berekreasi
dsb, tetapi "center"nya (isi dan pusatnya) bukan pada rekreasi
itu sendiri, tapi pada dialog yaitu interaksi antara dua pribadi
secara utuh (Martin Buber, "I and Thou", by Walter Kauffmann,
Charles Scribner's Sons, NY: 1970), sehingga hasilnya suatu
pengenalan yang benar dan mendalam.
5. Proses Peralihan dari "Sexual Oriented" ke "Personal Oriented."
---------------------------------------------------------------
Pacaran orang Kristen bukanlah saat untuk melatih dan
melampiaskan kebutuhan seksuil. Orientasi dari kedua insan tsb,
bukanlah pada hal-hal seksuil, tapi sekali lagi (seperti telah
disebutkan dalam no. 4) pada pengenalan pribadi yang mendalam.
Jadi, masa pacaran tidak lain daripada masa persiapan pernikahan.
Oleh karena itu pengenalan pribadi yang mendalam adalah "keharusan".
Melalui dialog, kita akan mengenal beberapa hal yang sangat primer
sebagai dasar pertimbangan apakah pacaran akan diteruskan atau putus
sampai disini.
Beberapa hal yang primer tsb, antara lain:
a. Imannya.
--------
Apakah sebagai orang Kristen dia betul-betul sudah dilahirkan
lebih daripada ketakutannya pada manusia, sehingga di tempat-
tempat yang tersembunyi dari mata manusia sekalipun ia tetap
takut berbuat dosa. Apakah ia mempunyai kehausan akan kebenaran
Allah dan menjunjung tinggi hal-hal rohani?
b. Kematangan Pribadinya.
----------------------
Apakah ia dapat menyelesaikan konflik-konflik dalam hidupnya
dengan cara yang baik? Dapat bergaul dan menghormati orang-orang
tua? Apakah ia menghargai pendapat orang lain?
c. Temperamennya.
--------------
Apakah ia dapat menerima dan memberi kasih secara sehat? Dapat
menempatkan diri dalam lingkungan yang baru bahkan sanggup
membina komunikasi dengan mereka? Apakah emosinya cukup stabil?
d. Tanggung-jawabnya.
------------------
Apakah dia secara konsisten dapat menunjukkan tanggung-jawabnya,
baik dalam studi, pekerjaan, uang, seks, dsb.?
Kegagalan dialog akan menutup kemungkinan mengenali hal-hal yang
primer di atas. Dan pacaran 10 tahun sekalipun belum mempersiapkan
mereka memasuki phase pernikahan.
Kegagalan dalam dialog biasanya ditandai dengan pemikiran-
pemikiran:
1. Saya takut bertengkar dengan dia, takut menanyakan hal-hal yang
dia tidak sukai.
2. Setiap kali bertemu kami selalu mencari acara keluar ... atau
kami ingin selalu bercumbuan saja.
3. Saya rasa "dia akan meninggalkan saya" kalau saya menuntut
kebenaran yang saya yakini. Saya takut ditinggalkan.
4. Saya tidak keberatan atas kebiasaannya, wataknya bahkan jalan
pikirannya asalkan dia tetap mencintai saya, dsb.
-*- Sumber -*-:
Judul Buku: Pastoral Konseling
Penulis : Yakub B. Susabda
Penerbit : Gandum Mas, Malang
Halaman : 120 - 123
Komentar
Posting Komentar
Tinggalkan pesan, kritik ataupun saran agar blog ini bisa menjadi lebih baik lagi dan bisa memberkati lebih banyak orang.
**Salam Kasih untuk kamu. TUHAN YESUS MEMBERKATI
Bagikan kepada saudara-saudara kita yang lain dan mari kita sama-sama melayani.